Monday, November 24, 2008

Winter in the late November

This year inter has came earlier than last year. Two weeks ago, soft snow flakes fell for 1-2 days. Since last weekend till today, we have had real snow. Forecast said, winter of this year will be colder than before. I think that's right.
Perhaps due to global climate change?

Sunday, November 23, 2008

Doa termanjur

Doa yang paling manjur adalah bersyukur.

Mungkin selama ini saya terlalu banyak menuntut sama Tuhan, terlalu banyak memohon. Memohon supaya sehat, supaya diberi umur panjang, supaya banyak rejeki, supaya ini, supaya itu, segala macam yang menurut kita baik. Bahkan kadang-kadang sampai menitikkan air mata, seperti bocah yang merajuk kepada ibunya. Seakan-akan semua yang telah saya peroleh selama ini tidak cukup, masih saja kekurangan. Seolah-olah, saya ini lebih berkuasa daripada-Nya, karena bisa meminta apa saja yang saya maui. Lho, memangnya saya ini apa sih dihadapan Tuhan? Saya cuma seorang hambaNya.

Selain itu, yang penting adalah memahami dan melaksanakan tugas hati untuk tidak ragu dalam langkah dunia karena sudah tahu dan percaya bahwa ada yang mengatur semuanya.

Terima kasih, saya bahagia karena dapat 'reminder' ini hari ini.

Friday, November 21, 2008

Sistem penilaian kinerja pegawai negeri sipil

Artikel ini saya buat untuk menanggapi komentar Neni terhadap email yang posting di milis mengenai korupsi waktu (ditulis oleh Pak Syam) dan juga saya posting di blog ini.

Korupsi waktu di satu sisi memang terkesan men-generalisir PNS, yang notabene beragam bidang, mulai dari bidang pelayanan masyarakat, misal: di kantor kecamatan, sampai peneliti (seperti saya) yang lebih banyak bekerja mandiri. Tapi sayangnya, ya memang begitulah kesan umum masyarakat terhadap PNS (kaciaan deh PNS). Bagi saya sendiri, tulisan itu saya jadikan semacam suluh. Saya yakin, tidak seluruh PNS seperti itu. Banyak juga yang harus bekerja lembur, baik itu di kantor maupun pekerjaan kantor dikerjakan di rumah, tanpa ada hitungan tambahan gaji lembur, tanpa ada hitungan gaji ke-13.

Kelemahan sistem penilaian kinerja PNS menurut saya karena tidak adanya 'reward and punishment'. Ini menyebabkan pegawai yang rajin kurang termotivasi untuk meningkatkan prestasinya, sebaliknya pegawai yang malas, malah dapat mengambil keuntungan, karena bisa nyambi kerja sampingan, bisa kerja asal-asalan, dsb. (dan ini OOT lho..). Selain itu, penilaian kinerja PNS hanya berdasarkan DP3, menurut saya tidak fair, karena bersifat top-down. Makin dekat seseorang dengan 'penguasa', entah melalui jalan 'kiri' atau 'kanan', makin bagus nilainya.

Menurut saya sebaiknya, penilaian kinerja pegawai didasarkan juga dari penilaian pihak selain atasan langsung, yaitu: (1) rekan sejawat, (2) anak buah, dan (3) mitra kerja yang tidak bekerja dalam 1 instansi. Penilaiannya tidak hanya berdasarkan rangking, tapi juga memberikan komentar bisa positif atau negatif. kemudian penilaian tersebut sebaiknya di-cek silang kepada ybs. hal ini bertujuan (1) untuk cek silang kepada ybs, (2) memberikan feed back kepada ybs, untuk evaluasi diri.

Sistem kepegawaian PNS di Indonesia itu ada di satu atap di bawah Men-PAN. Dari "jauh" saya melihat banyak kelemahan dalam sistem PNS. Mungkin saya mengungkapkan ini kepada forum yang tidak tepat, karena nggak tahu harus 'ngomong' sama siapa. Jadi saya anggap saja ini sebagai tempat menumpahkan uneg-uneg. Silakan tidak setuju dan monggo kalau setuju. Tapi sudah nasib jadi PNS kali , masuk susah keluar susah.

Thursday, October 23, 2008

Alumni Luar Negeri, Aset Bangsa - Sebuah jawaban dari calon alumni luar negeri

Saya baru saja membaca artikel menarik bertajuk: “Alumni Luar Negeri, Aset Siapa?” yang ditulis oleh Eri Sudewo (Republika Online, 2008; dimuat ulang di web site PPI Belanda). Kalimat terakhir dalam artikel tersebut lebih menarik lagi “.. ingat, there is no free lunch. Tanpa pesan kebangsaan, alumni pendidikan luar negeri telah jadi asset mereka yang asing-asing. Sampai kapan ini disadari? (K. Prawira)”

Membaca artikel tesebut saya jadi terhenyak, sebagai salah seorang penerima beasiswa luar negeri, saya sama sekali tidak menyadari taktik politik seperti ini sebelumnya. Mungkin karena saya bukan pengamat politik dan apalagi saya tidak tertarik mengenai bidang politik dsb.

Hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara maju biasanya memiliki suatu perjanjian kerja sama yang pada intinya berniat sebagai sebuah hubungan simbiosis mutualisme, hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Negara maju memberikan dana beasiswa kepada pelajar-pelajar Indonesia, dengan salah satu tujuan yang mulia: turut mencerdaskan generasi masa depan. Terlepas dari taktik politik ‘kotor’ dan lain-lain. Taktik politik terselubung tersebut, tidak pernah terlintas dalam pikiran seseorang atau calon pelajar, yang berniat sepenuh hati untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya hingga ke luar negeri dengan beasiswa luar negeri, dengan bermodalkan otak dan kemauan.

Meraih beasiswa luar negeri bukan perkara mudah, seperti yang dibayangkan oleh banyak orang. Melalui sistem persaiangan terbuka, sama sekali tidak ada istilah KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme. Pengalaman saya yang telah mencoba berbagai peluang beasiswa sejak tamat sarjana untuk meraih beasiswa master, hingga kemudian lulus master dan berjuang lagi untuk meraih beasiswa program doktoral, mengajarkan pada saya, bahwa tiap organisasi pemberi beasiswa memiliki persyaratan mutlak yang pada dasarnya sama, dan hanya beberapa hal yang berbeda bagi tiap-tiap negara. Meraih beasiswa luar negeri harus bermodalkan kemampuan intelegensia, kemampuan berbahasa inggris, selain itu semangat tinggi, kemampuan untuk beradaptasi dan tentu saja modal biaya awal. Untuk mengikuti tes TOEFL atau IELTS, tes potensi akademik, atau pengurusan dokumen-dokumen. Itu semua membutuhkan biaya awal yang tidak sedikit. Jadi sebenarnya tidak tepat kalau disebutkan pelajar yang meraih beasiswa dengan modal ‘dengkul’. Pasti ada biaya dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih.

Kembali ke kalimat di akhir artikel Eri Sudewo, saya tidak sepenuhnya setuju. Mungkin itu terjadi, atau seharusnya hal itu tidak perlu terjadi. Sebagai contoh, penerima beasiswa dari pemerintah negeri Belanda dengan model sandwich sistem, dimana pelajar diharuskan untuk melakukan sebagian besar risetnya di negara asal dan melakukan penulisan tesis dan ujian di negeri Belanda, biasanya justru harus kemabli ke negeri asal, Indonesia. Karena penelitian yang dilakukan oleh para student sangat erat kaitannya dengan topik dan pembangunan yang sedang berkembang di dalam negeri. Lagi pula, peluang beasiswa umumnya lebih terbuka bagi pegawai negeri, baik dosen maupun peneliti, dimana mereka memiliki kewajiban untuk kembali ke Indonesia setelah pendidikannya berakhir. Kesempatan belajar hingga ke jenjang akhir dengan sistem beasiswa seperti ini dan kontrak yang mengikat dengan instansi asal, saya anggap justru menguntungkan Indonesia, karena alumni luar negeri, mau tidak mau harus pulang kembali mengabdi ke Indonesia. Jikapun ada, kecil kemungkinan bagi para alumni dengan status PNS ‘melarikan diri’ dengan mencari pekerjaan di luar negeri, apalagi jika bidang yang ditekuni lebih sesuai bagi pembangunan Indonesia. Namun sebaliknya, jika bidang keahlian ‘hi-tech’, mungkin malah sang alumnus yang kurang nyaman jika harus kembali pulang ke Indonesia, dengan alasan keterbatasan fasilitas yang tersedia di instansi asalnya tidak sebanding dengan fasilitas yang selama studi telah dikecapnya.

Pemerintah hendaknya mencermati fenomena ini, jika ingin warga negaranya yang berpotensi dan berpendidikan tinggi kembali pulang ke tanah air untuk mengamalkan ilmunya dan bersama-sama membangun bangsa. Sampai kapan Indonesia terpuruk dalam ketidakberdayaan memajukan bangsanya sementara negeri ini kaya raya sumber daya alam dan manusia?

Jadi, kembali ke pertanyaan awal, “alumni luar negeri aset siapa?” Menurut saya pribadi, alumni luar negeri adalah aset bangsa. Bagaimana caranya? Pemerintah dalam hal ini instansi asal tempat sang alumnus bekeja harus menyediakan suasana kondusif bagi sang alumnus (dan juga bagi karyawan lain) sehingga dapat bekerja dan berkarya sebaik-baiknya. Alasan tidak dapat melakukan riset dan publikasi jurnal, karena keterbatasan sarana dan prasarana, sering kali menjadi alasan klasik. Sepanjang ada niat baik dan semangat kerja, peluang dana untuk melakukan riset yang bermanfaat bagi banyak orang, selalu terbuka. Keinginan untuk berubah ke arah yang lebih maju dengan pemikiran yang terbuka dan mau menerima kritik serta saran dari pihak luar, sangat diperlukan demi kemajuan bersama. Suasana kerja yang kondusif dengan fasilitas yang memadai akan membuat para alumni luar negeri tidak patah arang sebelum pulang ke Indonesia,

Ini tentu lebih baik dari pada tidak berbuat apa-apa atau tidak peduli dan bekerja di luar negeri demi kepentingan diri sendiri, walaupun pilihan hidup itu adalah hak asasi manusia.

Monday, October 6, 2008

Journey of thousand miles to Ph.D.

I got good news from Prof. Marinus last Friday that my thesis has been passed to be defended in December 15th, 2008. The defense ceremony will take place at Akademie gebouw, Utrecht Universiteit, Domplein 29, at 12.45. Many thanks God for your lordliness.
From now on, I must prepare for my public defense ceremony. This event could make up the Ph.D. candidate deadly nervous, I was told.
And I remember:
"The journey of a thousand miles begins with but a single step (Confucius)". My Ph.D. started with a single step by completing my Master degree. And thousand miles to Wageningen, when I had opportunity to visit CBS, and then becoming million miles for 5 years of my sandwich Ph.D. at Utrecht University, which enable me to come and back regularly every year to this windmills country. Yes, it is very long journey for my Ph.D.
Since then, I've decided my goals. "Goals are a like a map. They help us determine where we want to end up, and give us personal direction on which to focus our energy (Chatarine Pulsifer)".

When I am looking at back after I started my study, many important happy, sad and even tragic moment happened in my life, which I could not mention them one by one. Only with love, understanding and support from family, my father and mother, my sisters with their families, and relatives, I could manage family life and study life. Support from supervisor, like Pak Meine did, was really appreciated.

And now is the time:
... Enjoy your achievements as well as your plans. Keep interested in your own career however humble; it is a real possession in the changing fortunes of time.
...

And whether or not it is clear to you, no doubt the universe is unfolding as it should. Therefore, be at peace with God,whatever you conceive Him to be. And whatever your labors and aspirations, in the noisy confusion of life, keep peace in your soul. With all its sham, drudgery, and broken dreams, it is still a beautiful world. Be cheerful. Strive to be happy.
"Desiderata" by Max Ehrmann (1927).


Monday, September 15, 2008

Korupsi Waktu

Ini tulisan lawas oleh Pak Syam yang terbit di Kompas 2004. Tapi topiknya masih tetap menarik. Saya upload tulisan ini dalam blog ini, sebagai suluh bagi saya, yang juga seorang pegawai negeri. Pegawai negeri di seluruh penjuru tanah air, terkenal sebagai pegawai yang suka korupsi waktu. Tapi, saya tidak mau di cap seperti itu. Bagi saya, bekerja itu tidak hanya mengikuti jam kerja yang berlaku, tapi bisa juga dilakukan di rumah atau di perjalanan jika perlu. Dan saya yakin, tidak sedikit pegawai negeri yang bekerja dengan sungguh-sungguh, tanpa mengenal waktu. Semoga saya dan anda termasuk di dalamnya, sehingga kita tidak turut bikin negara bangkrut.


Korupsi Waktu
Oleh Sjamsoe’oed Sadjad

SEORANG rakyat yang memerlukan pelayanan datang ke suatu ruang kantor pemerintah pukul delapan pagi. Yang ditemui meja- kursi kosong. Tak satu pegawai negeri sipil abdi negara pun yang tampak. Pukul 08.30, orang itu ke warung kopi di sudut kantor. Di sana ditemui 4-5 PNS sambil merokok sibuk mengobrol soal korupsi miliaran rupiah.
Dalam benak kita, masalah korupsi selalu terkait hitungan dalam rupiah, jutaan atau miliaran. Kalau korupsi waktu, itu sudah jamak. Pukul 08.00 harus mulai bekerja, terlambat satu jam tak apalah. Makin tinggi pangkat, datang telat dua jam dianggap lumrah. Padahal itu berarti dia tidak melayani orang yang membutuhkan untuk waktu dua jam sehari. Belum waktu pulang. Seharusnya pulang pukul 17.00, satu jam sebelumnya sudah nongkrong di bus karyawan sambil baca koran. Dia tak peduli berapa orang yang bisa menerima pelayanan bila dia masih bekerja.
COBA kita hitung. Apabila pegawai negeri sipil (PNS) di negeri ini berjumlah 3,5 juta orang, dan tiap hari mengorupsi waktu satu jam, bukankah itu berarti 3,5 juta jam sehari rakyat kehilangan kesempatan untuk dilayani? Hitung saja, bila setahun PNS harus bekerja 5 minggu x 75 hari/minggu x 7 jam/hari = 1.750 jam/tahun, dan gaji yang diterimanya Rp 8,4 juta/tahun, maka setiap jam berarti menerima Rp 4.800.
Dengan korupsi waktu satu jam sehari, seluruh PNS di negeri ini mengorupsi uang rakyat sebesar 3,5 juta x Rp 4.800 = Rp 16 miliar. Ini korupsi sehari, dan hanya satu jam di pagi hari. Belum lagi korupsi satu jam di sore hari. Juga, belum lagi kalau gajinya lebih besar dari Rp 700.000/bulan.
Bayangkan, bila gajinya Rp 150 juta/bulan seperti gaji Dirut Pertamina. Hitung saja, bila datang ke kantor pukul 10.00. Belum para dosen di perguruan tinggi yang datang ke kampus hanya kalau memberi kuliah.
Anehnya, rakyat tidak merasa dirugikan. Rakyat tidak sadar uangnya "digerogoti". Apa karena negeri ini "gemah ripah loh jinawi" sehingga kehilangan Rp 16 miliar/hari masih bisa tertawa? Kehilangan kayu dari hutan yang miliaran dollar AS sehari juga masih bisa cengengesan. Belum utang kita! Ironis memang, tetapi kita ditakdirkan jadi bangsa yang sabar.
Mungkinkah angka-angka itu ditanyakan kepada calon presiden dan calon wakil presiden pada putaran kedua? Bagaimana mereka menjawabnya. Bila jawabannya klise, itu mah gampang.
Mungkin jawabnya, penegakan disiplin dalam tubuh PNS. Pertanyaan berikut, bagaimana caranya? Apa perlu ada pengawasan ketat? Untuk tiap PNS, apa perlu ada job description? Apa mereka siap melakukan rasionalisasi. Jangan-jangan belum apa-apa sudah dikaitkan dengan kecilnya gaji, seperti membandingkan dengan China, yang rasio antara gaji pejabat tinggi dan rendah tidak besar seperti pada kita. Sebenarnya yang ingin didengar yang pragmatis. "How to get everything done well" dan yang benar.
MENGHADAPI berbagai kelemahan, yang diperlukan sebenarnya bagaimana menciptakan triggers. Tindakan kecil, tetapi dampaknya luar biasa besar. Lihat saja, kalau kita tarik picu pada senjata, beberapa peluru bisa meleset sampai ke sasaran. Itu kerja triggering.
Contoh lain seperti yang dikerjakan Gubernur Jawa Timur Moh Nur. Warga di desa disuruh membereskan dan menertibkan pagar-pagar di sekeliling rumah dan pekarangannya. Kecil saja upaya ini, tetapi dampaknya bukan main. Desa menjadi tertib, dinamis, dan warganya lalu lebih besar semangat berkaryanya. Ibu-ibu di desa aktif mencari nilai tambah dari pekarangannya. Triggering tidak hanya berupa tindakan. Sebuah tulisan juga bisa menjadi trigger. Siapa tahu tulisan yang menghitung-hitung kerugian masyarakat karena korupsi waktu oleh PNS bisa menggugah kesadaran kita. Siapa tahu ini bisa sebagai trigger.
Dalam upaya menegakkan disiplin, kita juga memerlukan trigger. Saya kira, cara seremonial seperti model apel, sumpah Korpri, kurang efektif. Semua itu tidak menimbulkan gereget, sehabis apel, bersumpah, kembali begitu lagi.
Para pemimpin kita yang katanya akan membawa pembaruan nanti perlu mempunyai keahlian menciptakan trigger yang bagi rakyat "tanpa merasa, tahu-tahu" kok bisa berdisiplin. Semua PNS juga "tahu-tahu" dengan sendirinya, kok bisa tidak menjalani korupsi waktu, meski tanpa "gaji ke tiga belas". Bukan main pemimpin kita kalau bisa melakukannya. Lima tahun lagi dia kita pilih lagi.
Semoga negeri ini benar-benar bisa tertib, aman, tenteram dan sejahtera.

Sjamsoe’oed Sadjad Guru Besar Emeritus IPB (terbit di koran Kompas, Sabtu, 17 Juli 2004 )

Efteling

Just a day after thesis submission, I fulfilled my promise to Anya to have a vacation to Efteling, an amusement park close to Den Bosch. It was the last day of her summer holiday, but it was a sunny and bright day to spend weekend together.

We traveled to Efteling by train from Utrecht to s’Hertogenbosh, and continued by bus to the Efteling. Many visitors were coming, due to the last day of summer vacation, but we had not long queue to buy ticket. The first amusement we visited was “Panda” corner. We did not have any idea what it is about. We found a movie with 3D screen in the first theater. First, we did not interested and just wanted to leave the theater, but it was closed already. Being patient, we watched the movie. After the first movie has been played, we moved to the second theater with bigger screen and many seat rows and the movie began. Wow amazing! The story began with polar bear life; turtle and creature life under sea and about tropical forests where orang utans live. How people disturb nature that create global climate change. This very good movie, that suppose to increase awareness to protect nature and wild life. Anya learnt about what global climate change is about.

We had fun with roller coaster, which need effort to be in long queue. Lifted up to see Efteling area with “Pagoda”. But we did not try adventure in a canoe or boat. We spend our time much in a fairy tale area; to see a story of ‘Long Neck’, Rampusel, a girls with the red coat and little mermaid. We did not miss the mysterious villa, where we could experience with 360 oC rotate room. I have no idea, how does it work. There was no stuffs in the room fell down, though the seat in the room was rotated 360 oC for several times!

Anya enjoyed this day much. Finally, she had a story to tell her friends when she go went back to school in the coming day.

Wednesday, September 3, 2008

Thankfulness

During the last few weeks, the weather in Utrecht was not so nice: cloudy, windy, rainy and cold. We had only nice weather on last weekend. Perhaps the last good weather on this summer. Now, I’m feeling that autumn is coming. This tipical Ducht weather: unpredictable! Well, it’s fine. I enjoy the weather by wearing coat outside and wearing pashmina as my blanket inside office. Although already a year I stay here in Holland, but I did not get used to this weather. In the contrast with Bogor, I never feel very cold, although the precipitation in Bogor is higher than in Holland. Sometimes, we have heavy rain in Utrecht. Like yesterday, I was biking in the heavy rain, hence I was totally wet when arrived at home. I got headache :-(.

Anyway, I’m survive :-). I released from pressure due to deadline of thesis submission. I submitted my thesis to the reader committee last Saturday. Thanks God, nothing is possible without your bless. I could not imagine that I could finish my thesis on time without kind cooperation from all of my supervisors. They provided me good supervision, guidance and supports. I'm indebtful for all of them.

As realization of my thankfulness, Anya and I went to Alphen a/d Rijn last Saturday for doing pooja and celebrating Hindu’s festival: Galungan and Kuningan, together with other Hindus in Netherlands. This was the first time I joined them. Instead of ‘jam karet’, a term for out of the schedule, the festival was great. The OC entertained us with dance performance, music and delicious food.. hhmmm yummy! I just aware, there are many Hindus from Indonesia in Holland.

Special person to be thank is Anya, my daughter. She sacrifices a lot during these times. She is very kind and fully understanding. She did not have good moment during her summer vacation, because I did not have time to accompany her to spend the holiday. Finally, after submission, we could go together to Efteling, an amusement park close to s-Hertogenbosch, like Disneylend. It was nice day and nice park as well. Anya was happy, finally she had nice trip in the last day of her summer vacation.

My father, mother and Joko who pray a lot for my study are very respectful. I thank my sisters and their families for kind support on their way for my study. This an a very early thank for all who close with me. Later, I will write down 'formal thanks' in my thesis for all who colaborated in my project.

Now, I’m preparing for presentation at CBS and Biology department as a practice for public defense. The last part is nearly approaching, and I still have to struggle for it. Wish me best of luck.

Thursday, July 17, 2008

Master Oogway mencapai Moksa

Minggu kemarin, sambil melepas penat dari tugas-tugas rutin dan deadline, akhirnya saya penuhi janji saya kepada Anya untuk nonton film di bioskop. Film yang sudah dia tunggu-tunggu, karena promo di TV sangat gencar. Tadinya saya malas untuk nonton, tapi setelah dikirimi resensi filmnya oleh seorang kawan baik, Eva Suarthana, saya jadi tertarik. Resensi filmnya yang ditulis oleh Santhi, saya copy-paste diakhir blog ini.

Film kartun dengan tajuk "Kung Fu Panda" ini tidak hanya ditujukan untuk anak-anak, tapi juga untuk dewasa, yang tentu saja menemani anak-anaknya menonton film. Satu yang ingin saya tambahkan untuk resensi tersebut adalah, walaupun film ini mengenai fabel, tapi kisahnya adalah legenda yang dapat dijadikan cermin bagi umat manusia. Humanity itu bersifat universal. Tapi saya kagum dengan pengarang cerita ini, dia mahfum mengenai moksa, yaitu bersatunya atman dengan paratman, atau bersatunya jiwa-raga dengan Sang Pencipta, dimana seseorang mati tanpa meninggalkan jasad, atau 'pergi' bersama-sama dengan jiwa dan raga. Di ceritakan Master Oogway, setelah menasihati Master ShiFu, dia mengatakan bahwa "ini waktuku untuk pergi". Hanya seseorang yang telah mumpunilah yang bisa mengetahui kapan waktunya untuk 'pergi' dan kemana jalan dan tujuannya 'pergi'. Master Oogway lalu lenyap dari pandangan mata, setelah bunga-bunga surgawi bertebaran memanggilnya.

Berikut resensinya:

1. *The secret to be special is you have to believe you're special.*

Po hampir putus asa karena tidak mampu memecahkan rahasia Kitab Naga, yang hanya berupa lembaran kosong. Wejangan dari ayahnya-lah yang akhirnya membuatnya kembali bersemangat dan memandang positif dirinya sendiri.

Kalau kita berpikir diri kita adalah spesial, unik, berharga kita pun akan punya daya dorong untuk melakukan hal-hal yang spesial. Kita akan bisa, kalau kita berpikir kita bisa. Seperti kata Master Oogway, *You just need to believe*

2. *Dont give up on your dreams*.

Po , panda gemuk yang untuk bergerak saja susah akhirnya bisa menguasai ilmu Kung Fu. Berapa banyak dari kita yang akhirnya menyerah, gagal mencapai impian karena terhalang oleh pikiran negatif diri kita sendiri?

Seperti kata Master Oogway, *Yesterday is history, tomorrow is a mistery, today is a gift, that's why we call it "PRESENT" --> *kemarin adalah sejarah, esok adalah misteri, saat ini adalah anugerah, makanya
disebut Present (hadiah).

Jangan biarkan diri kita dihalangi oleh kegagalan masa lalu dan ketakutan masa depan. Ayo berjuanglah di masa sekarang yang telah dianugerahkan Tuhan padamu.

3. *Kamu tidak akan bisa mengembangkan orang lain, sebelum kamu percaya dengan kemampuan orang itu, dan kemampuan dirimu sendiri.*

Master ShiFu ogah-ogahan melatih Po . Ia memandang Po tidak berbakat. Kalaupun Po bisa, mana mungkin ia melatih Po dalam waktu sekejap. Kondisi ini berbalik seratus delapan puluh derajat, setelah ShiFu diyakinkan Master Oogway -gurunya- bahwa Po sungguh-sungguh adalah Pendekar Naga dan Shi Fu adalah satu-satunya orang yang mampu melatihnya.

Sebagai guru atau orang tua, hal yang paling harus dihindari adalah memberi label bahwa anak ini tidak punya peluang untuk berubah. Sangatlah mudah bagi kita untuk menganggap orang lain tidak punya masa depan. Kesulitan juga acap kali membuat kita kehilangan percaya diri, bahwa kita masih mampu untuk membimbing mereka.

4. *Every individual have their own way to learn and their own motivation*

Shi Fu akhirnya menemukan cara bahwa Po baru termotivasi dan bisa mengeluarkan semua kemampuannya, bila terkait dengan makanan. Po tidak bisa menjalani latihan seperti 5 murid jagoannya yang lain.

Demikian juga dengan setiap anak. Kita ingat ada 3 gaya belajar yang kombinasi ketiganya membuat setiap orang punya gaya belajar yang unik. Hal yang menjadi motivasi tiap orang juga berbeda-beda. Ketika kita memaksakan keseragaman proses belajar, dipastikan akan ada anak-anak yang dirugikan.

5. *Kebanggaan berlebihan atas anak/murid/diri sendiri bisa membutakan mata
kita tentang kondisi sebenarnya, bahkan bisa membawa mereka ke arah yang
salah*.


Master ShiFu sangat menyayangi Tai Lung, seekor macan tutul, murid pertamanya, yang ia asuh sejak bayi. Ia membentuk Tai Lung sedemikian rupa agar sesuai dengan harapannya. Memberikan impian bahwa Tai Lung akan menjadi Pendekar Naga yang mewarisi ilmu tertinggi. Sayangnya Shi Fu tidak
melihat sisi jahat dari Tai Lung dan harus membayar mahal, bahkan nyaris kehilangan nyawanya.

Seringkali kita memiliki image yang keliru tentang diri sendiri/anak/ murid kita. Parahnya, ada pula yang dengan sengaja mempertebal tembok kebohongan ini dengan hanya mau mendengar informasi dan konfirmasi dari orang-orang tertentu.

Baru-baru ini saya bertemu seorang ibu yang selama 14 tahun masih sibuk membohongi diri bahwa anaknya tidak autis. Ia lebih senang berkonsultasi dengan orang yang tidak ahli di bidang autistik. Mendeskreditkan pandangan ahli-ahli di bidang autistik. Dengan sengaja memilih terapis yang tidak
kompeten, agar bisa disetir sesuai keinginannya. Akibatnya proses terapi 11 tahun tidak membuahkan hasil yang signifikan.

Ketika kita punya image yang keliru, kita akan melangkah ke arah yang keliru.

6. *Hidup memang penuh kepahitan, tapi jangan biarkan kepahitan tinggal
dalam hatimu.*


Setelah dikhianati oleh Tai Lung, Shi Fu tidak pernah lagi menunjukkan kebanggaan dan kasih sayang pada murid-muridnya. Sisi terburuk dari kepahitan adalah kita tidak bisa merasakan kasih sayang dan tidak bisa berbagi kasih sayang.

7. *Family is the most important thing in this world*.

Di saat merasa terpuruk, Po disambut hangat oleh sang ayah. Berkat ayahnya pula Po dapat memecahkan rahasia Kitab Naga dan menjadi Pendekar nomor satu.

Keluarga ada elemen terpenting yang ada di dunia ini. Mereka adalah orang pertama yang akan merasakan kesusahan kita, orang pertama yang memberikan dukungan terbesar pada saat kita membutuhkannya, dan orang pertama yang akan melindungi dan mau berkorban untuk kita.

Sudahkah kita memberi dukungan pada anggota keluarga kita?

Saturday, July 5, 2008

A basket of cherries


Cherry (Prunus spp.) or ‘kersen’ (in Nederlands) is a drupe fruit, yellow to red in colour when fruit is ripe, sour to sweet taste. During June –July, they sold in market after blooming in May.

I am as Indonesian know cherry, but when I am in Holland, people called cherry as ‘kersen’, which is in bahasa Indonesia we refer ‘kersen’ as different fruit. I was confusing when I found ‘kersen’ name in front of a box with full of cherry. Kersen or cherry is a common name of Prunus spp, but not kersen in bahasa Indonesia, which refer to Muntingia calabura.

I was eager to know how the tree looks like. Cherry is a medium tree; habitus straight and cylindrical bole. Leathery leaves; beautiful white flower. I just notice that a tree in front of our house is a cherry, but I only saw one tiny cherry few weeks ago. Perhaps, birds like them all and left only a few of them.

Today, I bought a basket kersen or cherry in the open market of Wageningen. I paid 3.5 euro for 2 kg! It’s very cheap compare to normal price in Utrecht, which is 3.5 euro for only 0.5 kg. The vendor kindly gave us 5 mandarijn (sweet orange) for free. He wanted to finish all fruits he is selling today. Hmm.. it is very nice. We went back home happily with a basket of cherries in hand :-)





Saturday, June 28, 2008

Work phylosophy

Sudah seminggu ini 'berkubang' dalam kesibukan penulisan thesis. Tidak hanya nulis tesisnya, tapi juga analisa, interprestasi dan sintesa data untuk pembahasan. Sampai kepala mau pecah rasanya.. karena urat-urat nadi di keningku sudah menonjol dari balik kulit. Syukurlah Tuhan menganugerahi umatNya dengan tulang tengkorak yang sangat kuat, sehingga otak tetap terlindung aman didalamnya.

Kuhabiskan waktuku sebulan ini untuk merangkai hasil dua riset di rumah kaca menjadi dua bab yang saling berkaitan satu sama lain. Walaupun baru setengah matang, tapi tetap saja kukirim untuk empat orang supervisorku dan minta komentar serta koreksian mereka.
Bagiku, tahap ini sudah merupakan ujian untuk menyelesaikan studi doktoralku, yang bagai penggodokan di kawah candradimuka.

Ketika profesorku bilang: "Hesti, I got nervous because of you" (he means: my progress). La, saya balik bilang: "Prof, I get more nervous than you. I couldn't sleep well."

Lho apa dia kira saya cuma leyeh-leyeh menikmati cuaca spring yang lagi indah-indahnya begini? sambil nonton sepak bola Euro (EK) 2008 depan tv? Wooo... mana sempat lah boo, lagian aku nggak suka sepak bola. Begitu set up tanggal defense-pun, aku sudah kebat-kebat, menghitung mundur hari-hari. karena masih banyak yang harus kususun untuk thesisku ini.

Aahhhh.. hari-harikua masih harus dijalani dengan kerja keras, tabah dan penuh keyakinan. Kata Mas Joko: "kalau kita mau, Tuhan pasti bantu. Beliau setiap saat setiap detik selalu bekerja memelihara dunia dan segala ciptaan-Nya. Kita sebagai umat-Nya juga harus bekerja. Kalau sudah dikerjakan, nanti kan pasti selesai juga"

Kata-kata bijak nan menyejukkan. Pikiran sudah butek, nggak bisa konsentrasi, akan jadi tenang dan pasrah. Pasrah dalam arti positif lho.. Pasrah berarti jika kita sudah berusaha sebaik yang kita mampu, hasilnya tetap pasrahkan sama Yang Kuasa. Karena Beliaulah Sang Penentu. Tapi itu jangan membuat kita tidak berbuat apa-apa.

Jadi sekarang, setelah nulis blog ini, saya mau mulai ngerjain 1/2 chapter lagi, yang menurut saya tidak perlu diburu-buru-pun tak apa, karena masih ada 1 chapter lagi, yang sama sekali belum saya sentuh, walaupun sudah ada outline dan analisa data. Tapi saya terlanjur janji kepada salah seorang supervisor saya untuk menyelesaikan manuscript yang 1/2 jadi ini untuk disubmit ke salah satu jurnal edisi khusus. Janji adalah hutang yang harus dibayar, jadi... akan saya tepati janji itu.

"Therefore, always perform your duty to the best of your abilities and without any personal motive or attachment to the results. One can attain the Supreme by Seva, because it awakens the dormant spiritual (or Kundalini) power within us." (B.G. 3.19)

Thursday, June 26, 2008

Today's inspiration

I see trees of green........ red roses too
I see em bloom..... for me and for you
And I think to myself.... what a wonderful world.

I see skies of blue..... clouds of white
Bright blessed days....dark sacred nights
And I think to myself .....what a wonderful world.

The colors of a rainbow.....so pretty ..in the sky
Are also on the faces.....of people ..going by
I see friends shaking hands.....sayin.. how do you do
Theyre really sayin......i love you.

I hear babies cry...... I watch them grow
Theyll learn much more.....than Ill never know
And I think to myself .....what a wonderful world
A song by Louis Amstrong "What a wonderful world"

Thanks God for any blesses you have given to me
for any wishes you make them true
for free fresh air I breath every seconds
for every precious happiness time and sadness I shall enjoy
I am humble for your lordlines


Tuesday, June 17, 2008

Emisi Karbon Indonesia: Mari ikut peduli

Indonesia adalah negara ketiga terbesar penyumbang emisi gas karbon, setelah Amerika dan Cina. dari deforestasi (perusakan hutan) saja, tanpa gas dari bahan bakar), Indonesia adalah negara nomor 1 penghasil emisi karbon (laporan Bank Dunia, 2007).

Perubahan lahan hutan (ekosistem hutan daratan dan rawa gambut) menyumbang gas rumah kaca ke atmosfer lebih besar dari pada gas dari sektor industri di negara maju. Indonesia telah meratifikasi Kyoto protokol dan berbagai macam perjanjian international yang berkenaan mengenai penyelamatan lingkungan. Tentunya status sebagai penghasil emisi karbon terbesar akibat deforestasi ini tidak perlu disandang, jika kita semua, baik rakyat tidak kaya tidak miskin, bersama pemerintah peduli akan lingkungan, peduli akan masa depan. Peduli bahwa kita hanya punya 1 bumi untuk tempat tinggal.

Apa yang bisa kita perbuat? Kita memang harus menuntut pemerintah bekerja lebih keras lagi menangani pembalakan kayu liar dengan mafianya. Menegakkan keadilan, karena kita tahu bahwa hukum di negara ini sudah seperti kacang goreng yang diperjual belikan. Tapi itu saja tidak cukup. Sebagai rakyat, perubahan harus mulai dari diri sendiri. Jaga kebersihan, tidak buang sampah sembarangan, menggunakan kendaraan yang hemat energi dan hemat biaya (BBM naik), memelihara lingkungan, menanam pohon jika punya halaman. Banyak hal-hal kecil yang akan berarti jika kita lakaukan bersama-sama.

Mari ikut peduli!

Monday, May 19, 2008

Sustainable development dengan bio-refinery

Acara ISSM2008 Delft sangat menarik, terutama presentasi dari para keynote speaker. Sesuai dengan temanya: sustainable development, jadi yang dibicarakan adalah apa yang dimaksud dengan sustainable development, dari sisi sains dan teknologi, dan dikaitkan pula dengan issue terkini: food shortage akibat biofuels dan climate change akibat pembukaan lahan untuk pembangunan lahan-lahan sebagai sumber biofuels, dll. Jadi manusia sekarang ini membuat lingkaran setan baru, dengan menambahkan rantai biofuels kedalamnya.. sungguh tidak arif..

Kembali ke sustainable development, salah satu alternatif dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan adalah dengan mendaur ulang limbah, misalnya biorefinery. Istilah biorefinery ini analog dengan petroleum refinery, yaitu upaya mendaur ulang biomass (atau living material atau recently dead), yang dimaksud adalah rumput, limbah kayu, atau juga bisa pelepah, batang sawit yang selama ini dibiarkan membusuk, karena tidak bisa diolah. Prof. Sanders, dari Wageningen Univ. membuat plant biorefinery dengan raw material rumput.. Ide yang bagus untuk memanfaatkan alang-alang, yang lahannya sangat luas di Indonesia. Dari biorefinery, produk yang diperoleh berupa pakan ternak pelet (ini untuk mengatasi pakan ternak pada musim dingin dan kalau di Indonesia untuk musim kemarau panjang), selain itu dibuat juice grass, sebagai sumber nutrisi/pupuk, dan membuat biofuel dari wood debris/waste. Cara sang key note speaker membawakan presentasinya juga sangat menarik, beliau menjelaskan dari sisi ilmiah, mulai dari senyawa kimia (seperti balik lagi ikutan kuliah kimia organik di Bagunde-Bogor jaman dulu), hingga proses pengolahan di 'plant'-nya dan juga aplikasinya. wah.. ck.ck.. (seandainya saya jadi dosen, saya mau tiru metode mengajar seperti itu).

Jadi tepat sekali presentasi beliau berjudul "biorefinery, as bridge between agriculture and chemistry." Kalau orang-orang hanya berfilsafat dan berteori dengan sustainable, hanya bicara , begini, begitu.. wah kalah jauh deh dengan gagasan dan tindak nyata yang applicable bagi orang banyak. Pertanyaannya adalah apa kita hanya bisa jadi penonton dan hanya akan membeli mesin untuk biorefinery tersebut? It is easy to become a 'follower', but then you gonna stop at some point. Be an initiator.. jadi kita akan tetap di depan (ini kata salah satu pemakalah). Tapi ya jangan NATO (no action talk only) saja dong.. iya nggak?

Saturday, May 10, 2008

Perbedaan diantara kita

Mengapa Tuhan menciptakan morfologi yang berbeda pada masing-masing umatnya?Yang paling mudah dari warna kulit, selain itu, tipe rambut, warna rambut, golongan darah, bahkan sampai sidik jari tiap orang pun berbeda। Masing-masing ras memiliki warna kulit berbeda. Ada yangberwarna kulit hitam, kuning, kulit putih, kulit merah, kulit sawo matang, dan lain-lain. Tidak hanya itu, beragam bangsa, bahasa, budaya. Maha Agung Tuhan dengan maha karya-Nya.

Apakah layak kita memberi nilai pada umat-Nya karena perbedaan ini, karena sejatinya Tuhan jualah yang menciptakannya?

Apakah patut kita memandang sebelah mata pada yang menjalani keyakinan dengan jalan yang berbeda? Dan memberi nilai pada jalan yang dipilihnya?

Perjalanan umat di dunia ini layaknya sebagai seorang pendaki gunung. Gunung Himalaya memiliki beberapa rute yang bisa dipilih untuk mencapai puncak Mount Everest yang tertinggi di kaki langit ini. Seorang pendaki (yang baru pertama kali akan mendaki gunung tersebut) bisa saja mulai dari Tibet, dari Cina atau dari Nepal, dengan tujuan yang sama, yaitu mencapai puncak Himalaya. Tiap pendaki yang memilih jalannya masing-masing akan mengatakan bahwa jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang paling indah, paling mudah dan paling benar. Namun ketika sang pendaki telah mencapai puncak tertinggi, akan dapat melihat bahwa gunung tersebut dapat didaki dari banyak rute dan banyak arah. Walaupun jalan tersebut tidak sama, tapi semuanya menuju satu tujuan, puncak Himalaya.

Suatu ketika, anakku (waktu kelas kelas 4 SD) dengan hati gundah gulana berkata kepadaku bahwa ia diejek oleh kawan-kawannya karena berbeda agama. Saya hanya bisa menenangkan hatinya, dengan mengatakan bahwa: “mereka tidak mengerti dan mereka tidak tahu agama kita. Mereka tidak mengerti bahwa di dunia ini banyak sekali perbedaan dan mereka tidak tahu bagaimana menghargai perbedaan itu. Kamu tidak perlu marah kepada mereka, dan kamu tidak perlu berkecil hati karena agama yang kita anut. Yakinlah pada agama kita. Yang penting kamu selalu berbuat baik, Tuhan akan sayang padamu”.

Saya tidak tahu dengan pasti mengapa kawan-kawan anakku itu mengejek agama lain. Mereka memang masih anak-anak, yang perlu ditanamkan keyakinan bahwa agama yang kita anut adalah agama dan jalan yang paling benar. Itu dogma agama. Tapi itu bukan berarti bahwa anak-anak tidak perlu diajarkan bahwa ada banyak agama lain yang diyakini oleh orang-orang di muka bumi ini. Justru sejak dini-lah ditanamkan rasa saling mengasihi, saling menyayangi kepada semua umat di dunia. Kasih, sayang dan cinta kepada sesama manusia, tidak mengenal perbedaan ras, suku, bangsa dan agama. Pikiran sempit dan dangkal akan menumpulkan rohani kita, sebaliknya asah nurani akan menumbuhkan welas asih diantara umat manusia, tanpa memandang perbedaan. Cinta kasih akan menciptakan kedamaian di muka bumi ini.

Saat ini, anakku bersekolah di sebuah sekolah dimana murid-muridnya berasala dari berbagai negara dan benua, baik Eropa, Amerika, Asia dan Afrika, dengan berbagai agama. Semua murid disana mendapat pelajaran yang sama dengan tujuan utama belajar bahasa, sebagai tahap awal untuk dapat belajar di sekolah regular. Dia belajar bahwa kita tidak bisa menilai seseorang dari jasmani dan bentuk fisiknya, tapi persahabatan tulus akan tercipta dari hati yang kaya akan kasih. Semoga itu selalu tertanam di hatinya, dimanapun nanti kelak dia akan berkelana dalam perjalanan hidupnya.

Salam damai.

Sunday, April 6, 2008

Snows in spring

Snow falls in early spring of this year
as an easter gift for people who celebrate it
spring is the most wonderful season,
when perennial flowers bloom,
while other seeds germinate, sprout and grow
when birds sing every morning after long silence in winter
what a beautiful season...



Monday, February 25, 2008

Happy birthday

Utrecht, 20 February 2007

Lieve Anya, van harte gefeliciteerd met je verjaardag.

My lovely Anya, Happy birthday, wish you have a joyful birthday.

Putriku tersayang Anya, Selamat ulang tahun yang ke-11, semoga Tuhan memberkahimu kebahagiaan, kesehatan, menjadi anak yang baik hati, rajin dan cerdas.

Doa ibu senantiasa menyertaimu.

Sunday, February 10, 2008

Matematika Tuhan

Kehidupan dimulai bangun tidur, niatkan perbanyak kebaikan biar hidup lebih berarti.

Syukuri, Nikmati, Jaga, dan Pelihara yang terberi oleh Tuhan

Simak dan Pelajari Matematika Tuhan, karena Dia pengujinya, terima dan biarkan seandainya satu tambah satu tidak sama dengan dua, mungkin hanya waktu dan tempat yang berbeda yang kita sadar kalau penjumlahan Tuhan itu benar yang terpenting kita iklas dan yakin Tuhan pasti adil .

Ubah Pola Pikir dalam bekerja, bahwa kita bekerja bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri dan Tuhan, karena accounting Tuhan PASTI Balance, tidak ada rekayasa dan Manipulasi, hanya kadang timbul buah yang berbeda di lain waktu dan tempat

Jangan memanipulasi keadilan dengan “rasa” karena rasa di selimuti “Nafsu”, keadilan ada di satu tangan, yaitu tangan Tuhan.

By: Joko Suharto

Wednesday, February 6, 2008

Anakmu bukanlah anakmu

Ada artikel menarik di majalah Economist edisi Januari 2008 mengenai hubungan antara ibu dan anak keluarga emigrant. Orang tua yang beremigrasi ke negara maju biasanya melakukan begitu banyak pengorbanan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik daripada di negara asalnya. Mereka biasanya mau bekerja melebihi jam kerja normal untuk mendapatkan upah yang lebih demi kehidupan yang layak dan memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak mereka dengan harapan anak-anak mereka kelak memiliki kehidupan yang mapan.

Namun hal ini sering kali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tua. Anak ketika beranjak dewasa memilih jalan hidup mereka sendiri, memilih karir atau pekerjaan yang sama sekali tidak diharapkan bahkan dibayangkan oleh orang tua mereka sebelumnya. Akibatnya adalah kekecewaan pada orang tua. Orang tua merasa bahwa mereka telah begitu banyak berkorban demi masa depan anak-anaknya, tetapi harapan tersebut tidak dipenuhi oleh anak-anak. Konflik antara anak dan orang tua kerap terjadi. Anak merasa bahwa orang tua tidak mau mengerti jiwa mereka, sedangkan orang tua merasa dilecehkan karena tidak dihargai dan dihormati oleh anak-anak.

Tidak pernah ada sekolah untuk belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik. Tiap orang tua pada umumnya menjadi tahu (walaupun belum tentu belajar untuk memahami) menjadi orang tua adalah dengan menjalaninya. Kita meyakini bahwa bagaimana orang tua yang baik atau yang buruk adalah seperti etika moral tak tertulis. Menjadi orang tua yang baik memerlukan proses (siklus) pembelajaran yang tiada henti. Bisa belajar dari pengalaman orang lain, dari buku atau dari diri sendiri.

Orang tua yang memahami kehidupan tentunya tidak akan menyesali jalan kehidupan anak-anaknya. Tiap orang, baik kita sendiri, anak, saudara, teman, lawan, penjahat, atau siapa saja, memiliki garis hidup masing-masing. Kita sebagai orang tua berkewajiban untuk mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang baik, jalan yang benar. Memberi tahu akibat dan konsekuensi yang mungkin timbul dari tiap jalan yang akan ditempuh, jalan yang baik atau jalan yang buruk. Anak berhak memutuskan jalan yang mana yang akan ditempuh. Hargailah keputusan itu, walaupun itu keputusan anak, seperti kita bisa menghargai keputusan orang lain.

Orang tua supaya tidak terlalu kecewa oleh anak, sebaiknya berkaca pada diri sendiri. Anak bukanlah bagian dari diri kita sendiri, walaupun ada garis darah, tapi anak memiliki pribadinya sendiri. Seperti kata pujangga Khalil Gibran: “anakmu bukanlah anakmu, Tuhan mengasihi anak panah yang meliuk dengan pesat seperti mengasihi busur yang kuat..” Jadi, orang tua bukanlah sang pemanah, dan anak adalah anak panah yang bisa pergi kemana dia suka, walaupun sudah dibidik dengan tepat.

I've learnt

I've learned that you cannot make someone love you.
All you can do is be someone who can be loved.
The rest is up to them.

I've learned - that no matter how much I care,
some people just don't care back.

I've learned - that it takes years to build up trust,
and only seconds to destroy it.

I've learned - that it's not what you have in your life
but who you have in your life that counts.

I've learned - that you can get by on charm
for about fifteen minutes. After that, you'd better know something.

I've learned - that you shouldn't compare
yourself to the best others can do but to the best you can do.

I've learned - that it's not what happens to people
that's important. It's what they do about it.

I've learned - that you can do something in an instant
that will give you heartache for life

I've learned - that no matter how thin you slice it,
there are always two sides.

I've learned - that it's taking me a long time
to become the person I want to be.

I've learned - that it's a lot easier to react than it is to think.

I've learned - that you should always leave loved ones withloving words.
It may be the last time you see them.

I've learned - that you can keep going
long after you think you can't.

I've learned - that we are responsible for what we do,
no matter how we feel.

I've learned - that either you control your attitude
or it controls you.

I've learned - that regardless of how hot and steamy
a relationship is at first,
the passion fades and there had better be
something else to take its place.

I've learned - that heroes are the people
who do what has to be done when it needs to be done,
regardless of the consequences.

I've learned - that learning to forgive takes practice.

I've learned - that there are people who love you dearly,
but just don't know how to show it.

I've learned - that money is a lousy way of keeping score.

I've learned - that my best friend and I can do anything
or nothing and have the best time.

I've learned - that sometimes the people you expect
to kick you when you're down will be the ones to help you get back up.

I've learned - that sometimes when I'm angry
I have the right to be angry, but that doesn't give me
the right to be cruel.

I've learned - that true friendship continues to grow,
even over the longest distance.
Same goes for true love.

I've learned - that just because someone doesn't love you
the way you want them to doesn't mean
they don't love you with all they have.

I've learned - that maturity has more to do with
what types of experiences you've had
and what you've learned from them and less to do with how many
birthdays you've celebrated.

I've learned _ that you should never tell a child
their dreams are unlikely or outlandish.
Few things are more humiliating, and
what a tragedy it would be if they believed it.

I've learned - that your family won't always
be there for you. It may seem funny, but people you aren't related to
can take care of you and love you and teach you to trust people again.
Families aren't biological.

I've learned - that no matter how good a friend is,
they're going to hurt you every once in a while
and you must forgive them for that.

I've learned - that it isn't always enough
to be forgiven by others.
Sometimes you have to learn to forgive yourself.

I've learned - that no matter how bad
your heart is broken the world doesn't stop for your grief.

I've learned - that our background and circumstances
may have influenced who we are,
but we are responsible for who we become.

I've learned - that sometimes when my friends fight,
I'm forced to choose sides even when I don't want to.

I've learned - that just because two people argue,
it doesn't mean they don't love each other
And just because they don't argue, it doesn't mean they do.

I've learned - that sometimes you have to put
the individual ahead of their actions.

I've learned - that we don't have to change friends
if we understand that friends change.

I've learned - that you shouldn't be so
eager to find out a secret.
It could change your life forever.

I've learned - that two people can look
at the exact same thing and see something totally different.

I've learned - that no matter how you try to protect
your children, they will eventually get hurt
and you will hurt in the process.

I've learned - that there are many ways of falling
and staying in love.

I've learned - that no matter the consequences,
those who are honest with themselves
get farther in life.

I've learned - that no matter how many friends you have,
if you are their pillar you will feel lonely
and lost at the times you need them most.

I've learned - that your life can be changed
in a matter of hours by people who don't even know you.

I've learned - that even when you think
you have no more to give,
when a friend cries out to you, you will find the strength to help.

I've learned - that writing, as well as talking,
can ease emotional pains.

I've learned - that the paradigm we live in
is not all that is offered to us.

I've learned - that credentials on the wall
do not make you a decent human being.

I've learned - that the people you care most about in life
are taken from you too soon.

I've learned - that it's hard to determine
where to draw the line between being nice and
not hurting people's feelings
and standing up for what you believe.

If you think you are beaten, you are;
If you think you dare not, you don't;

If you'd like to win, but think you'll lose, you're lost.

For out in the world we find success begins with a person's faith;

It's all in the state of mind.

Life's battle don't always go to the stronger or faster hand;
They go to the one who trusts in God and always thinks

"I can."

by: Kathy Kane Hansen







bvine1.gif (18178 bytes)

Thursday, January 31, 2008

MEMANDANG

Sekian lama nggak posting blog. Kali ini saya posting sebuah tulisan mengenai hakikat memandang. Apa ya? Silakan dibaca deh, karena saya cuma posting aja, bukan penulisnya...


Memandang adalah hakekat dari melihat dengan panca indra

informasi yang kembali dari hasil melihat dengan mata adalah memandang

memberi kesimpulan dari hasil memandang tergantung kwalitas "Pemandang"

ukuran/size menjadi acuan dari kesimpulan

pengalaman menjadi pedoman memberi ukuran

jarak pandang menentukan segala kesimpulan

Tidak jarang kita terlalu dekat memandang sesuatu, sehingga sesuatu yg kecil menjadi besar

pernah juga kita memandang terlalu jauh sampe tdk terlihat sesuatu dan hanya putih bagai awan yg terlihat

terus bagaimana sebaiknya memandang??

Tuhan membuat garis yang jelas, yang memisahkan dekat dan jauh

panca indra adalah sarana jarak pandang yg deket dan terjangkau

Hati Nurani adalah jarak pandang yang tak terjangkau dan tak terbatas

bagaimana hati nurani bisa melihat padahal fungsinya bukan untuk melihat

membersihkan hati agar bisa melihat adalah awal perjalanan kehidupan

setiap menatap pandang adalah nikmat dan syukur serta keikhlasan

Banyak ajaran agama atau keyakinan berbeda menjelaskan secara sederhana tentang pentingnya hati

tapi tidak banyak yg memahami isi dan makna yang tersirat

agama dan keyakinan ada wasilah/alat untuk mencapai Tuhan

tapi yg terjadi agama adalah sebagai tujuan


Oleh: Joko Suharto


Friday, January 4, 2008

Buruknya Pelayanan Kesehatan di Belanda

Bagaimana pelayanan kesehatan di Belanda? How does Netherlands' emergency and medical services?

Kalau saya ditanya mengenai hal ini, saya langsung jawab: buruk sekali! very bad! disappointing!

Saya menggalami pengalaman yang buruk, karena sakit dan harus datang ke dokter umum (huisart) sampai akhirnya huisart merujuk ke dokter spesialis ahli bedah (Chirrug) ke rumah sakit. Semuanya mengecewakan. Kesan saya: petugas medis dan paramedis di Belanda tidak bisa bekerja dengan profesional menangani pasien. Saya tidak mengerti sistem pelayanan kesehatan di Belanda. Tapi, dengan pengalaman ini, saya berkesimpulan bahwa sistem pelayanan kesehatan dan emergency-nya buruk!

Mulai dari daftar ke huisart, saya harus mencari di internet huisart yang melayani penduduk dengan nomor kode pos yang sesuai. Ada beberapa huisart yang bisa saya hubungi dan saya mencoba mulai yang paling dekat dengan tempat tinggal di daerah Lombok (he..he.. ada juga lho Lombok di Utrecht, nggak cuma di Indonesia aja). Di tempat yang pertama, saya harus telpon berulang kali, karena telpon otomatisnya nggak ada yang angkat, cuma mesin doang yang jawab dan itupun luama banget. Padahal itu hari kerja, bukan hari Jumat atau weekend. Akhirnya setelah dapat kontak, saya diminta datang untuk mengisi formulir pendaftaran. Setelah datang ke medical center (Gezondheidscentrum), ternyata asuransi saya (student insurance) nggak diterima, dengan alasan bukan Dutch Insurance! Giele bener..!!! Padahal kan kantor pusatnya AON ada di Roterdam? Apa maksudnya karena saya bukan warga negara Belanda, jadi dia minta Dutch Insurance? Diskriminasi juga pelayanan kesehatan di Belanda.. :(

Petugas resepsionistnya bilang saya bisa buat appointment langsung lewat telpon tanpa mengisi formulir pendaftaran. Waduh.. berarti saya harus telpon keesokan harinya, karena waktu itu saya datang ke Gezondheidcentrum sore hari. Keesokan harinya (hari Jumat), coba telpon mau buat appoitment lagi ke Gezondheidcentrum yang sama, tapi telponnya nggak ada yang angkat. Karena merasa urgent, dan saya pikir sudah hari Jumat, saya telpon ke emergency unit. Tapi yang saya dapatkan malah omelan dari reseptionist bahwa nomor yang hubungi itu hanya untuk keperluan emergency. Lho.. dia kira saya main-main dan bukan sakit beneran?

Merasa jengkel dengan pelayanan Gezondheidscentrum di Lombok, saya tanya kawan dokter yang mungkin punya langganan Huisart. Akhirnya atas bantuan dr. Eva, saya bisa buat appointment dengan huisart lain untuk Jumat sore itu juga. Syukurlah, saya tadinya khawatir harus menunggu sampai hari Senin untuk hanya bisa datang ke dokter. Di gezondheidscentrum ini, asuransi saya juga tidak diterima, sehingga saya harus bayar tunai. AON menjamin penggantian biaya dokter jika kita mengirim asuransi beserta formulirnya (semoga prosesnya cepat).

Sore itu saya datang ke Gezondheidscentrum di Oog in Al ditemani Anya dengan tertatih-tatih menahan sakit yang amat sangat. Huisart-nya baik, dan pemeriksaan seperti biasa, sama dengan dokter di Indonesia. Dia hanya memberi saya obat luar untuk menggatasi hemorrhoid dan bubuk fiber untuk membantu melancarkan pencernaan. Obat penahan sakit (parasetamol) dapat juga diminum. Tiga hari kemudian, saya diminta datang untuk pemeriksaan ulang.

Tiga hari kemudian, saya masih sakit. Huisart merujuk saya ke dokter spesilis bedah di salah satu ziekenhuis (rumah sakit), seraya mengatakan saya dapat minum analgetik dengan frekuensi dan menggunakan salep lebih sering. Karena waktu itu sehari menjelang Natal, saya langsung menelpon rumah sakit untuk buat appointment dan dapat jadwal tanggal 3 Januari. Ooh.. lamanya. Saya harus bersabar menahan sakit. Sempat juga bingung, apa yang akan terjadi tanggal 3 itu, apakah hanya pemeriksaan atau saya langsung akan diambil tindakan oleh dokter atau paramedis. Kedua kalinya saya telpon rumah sakit, saya diberitahu bahwa hari itu (tanggal 3) untuk pemeriksaan awal di polikliniek, jadi lumayan tenang.

Dengan hanya mengandalkan obat luar dan penahan sakit, perlahan-lahan sakit-nya berkurang juga setelah 14 hari. Saat appointment dengan dokter spesialis tiba, saya membawa semua persyaratan yang diminta ketika saya buat janji lewat telepon. Seorang kawan menemani kami ke ziekenhuis, walau saya tahu dia sebenarnya keberatan, dan saya sebenarnya merasa tidak enak hati karena sudah merepotkan. Tapi.. sudahlah..

Sampai di resepsionist, saya diminta menyerahkan paspor dan kartu asuransi, kemudian saya di berikan kartu pasien dan diminta datang ke poli bedah. Di poli bedah, seorang paramedis mengambil karut saya, mencatat data dan mengatakan: "anda datang lagi minggu depan, jam 9 pagi untuk pemeriksan".
Hah...? saya terperangah, kaget. "Not today?"
"It's too late", she said.
Memang appointment hari itu jam 17.05, dan saya datang 30 menit sebelumnya, dan kata dia "ini sudah terlalu sore".
Sialan lu..! Kuesel banget deh.. Mengapa saya diberi jadwal hari Kamis sore? Untuk apa saya disuruh datang sore itu? Kalau hanya buat appointment untuk pemeriksaan minggu depan? Kan bisa lewat telpon pada saat saya telpon pertama kali (tanggal 24 Des)?

Andaikata saya pasien yang terluka parah memerlukan tindakan segera, apakah mereka akan bertindak seperti ini juga? Apakah menunggu pasien sampai sekarat, baru mereka mau melayani dan memberikan tindakan?

Kalau bisa, jangan sampai sakit selama studi di Belanda. Nggak cuma sakit badan, tapi juga jadi sakit ati. Makanya jaga kesehatan baik-baik. Walau biaya dokter dan rumah sakit dicover oleh asuransi (dan tentunya kita atau beasiswa yang bayar juga untuk ini).

Keep healthy guys...