Namun hal ini sering kali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tua. Anak ketika beranjak dewasa memilih jalan hidup mereka sendiri, memilih karir atau pekerjaan yang sama sekali tidak diharapkan bahkan dibayangkan oleh orang tua mereka sebelumnya. Akibatnya adalah kekecewaan pada orang tua. Orang tua merasa bahwa mereka telah begitu banyak berkorban demi masa depan anak-anaknya, tetapi harapan tersebut tidak dipenuhi oleh anak-anak. Konflik antara anak dan orang tua kerap terjadi. Anak merasa bahwa orang tua tidak mau mengerti jiwa mereka, sedangkan orang tua merasa dilecehkan karena tidak dihargai dan dihormati oleh anak-anak.
Tidak pernah ada sekolah untuk belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik. Tiap orang tua pada umumnya menjadi tahu (walaupun belum tentu belajar untuk memahami) menjadi orang tua adalah dengan menjalaninya. Kita meyakini bahwa bagaimana orang tua yang baik atau yang buruk adalah seperti etika moral tak tertulis. Menjadi orang tua yang baik memerlukan proses (siklus) pembelajaran yang tiada henti. Bisa belajar dari pengalaman orang lain, dari buku atau dari diri sendiri.
Orang tua yang memahami kehidupan tentunya tidak akan menyesali jalan kehidupan anak-anaknya. Tiap orang, baik kita sendiri, anak, saudara, teman, lawan, penjahat, atau siapa saja, memiliki garis hidup masing-masing. Kita sebagai orang tua berkewajiban untuk mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang baik, jalan yang benar. Memberi tahu akibat dan konsekuensi yang mungkin timbul dari tiap jalan yang akan ditempuh, jalan yang baik atau jalan yang buruk. Anak berhak memutuskan jalan yang mana yang akan ditempuh. Hargailah keputusan itu, walaupun itu keputusan anak, seperti kita bisa menghargai keputusan orang lain.
Orang tua supaya tidak terlalu kecewa oleh anak, sebaiknya berkaca pada diri sendiri. Anak bukanlah bagian dari diri kita sendiri, walaupun ada garis darah, tapi anak memiliki pribadinya sendiri. Seperti kata pujangga Khalil Gibran: “anakmu bukanlah anakmu, Tuhan mengasihi anak panah yang meliuk dengan pesat seperti mengasihi busur yang kuat..” Jadi, orang tua bukanlah sang pemanah, dan anak adalah anak panah yang bisa pergi kemana dia suka, walaupun sudah dibidik dengan tepat.
No comments:
Post a Comment